Dalam struktur pendapatan daerah terdapat komponen PAD yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pengelolaan atas kekayaan daerah yang dipisahkan menjadi sangat penting ketika Pemda berusaha meningkatkan pendapatannya untuk membiayai pelayanan publik yang outcomes-nya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Namun, pada kenyataannya, hasil yang diperoleh dari aset yang dipisahkan ini sangat minim, sehingga investasi yang dilakukan secara terus menerus justru hanya seperti menjadi sunk costs, membebani APBD dan tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Jika terus seperti ini, apakah investasi Pemda di BUMD masih perlu dilakukan? Mengapa?
Penyertaan modal pada BUMD merupakan bagian dari investasi jangka panjang daerah, yang jumlah akumulatifnya disajikan dalam Neraca pada sisi Aset. Dalam penganggarannya, penyertaan modal atau investasi ini tidak diakui sebagai belanja, namun dimasukkan sebagai pengeluaran pembiayaan. Di sisi lain, hasil yang diterima dari investasi yang telah dilakukan dikategorikan sebgai PAD. Oleh karena itu, kebijakan umum APBD (KUA) akan memuat informasi tentang pendapatan dan pembiayaan ini.
Ada beberapa persoalan yang sering menjadi bahan diskusi hangat dalam pengelolaan keuangan daerah, diantaranya adalah:
- Urgensi penyertaan modal Pemda.
- Makna Pemda sebagai pemilik BUMD/pemodal terkait dengan manajemen dan pengawasan BUMD.
- Besaran bagi hasil/dividen yang diperoleh Pemda dari investasinya di BUMD.
- Penentuan besaran angka dalam pengeluaran pembiayaan sebagai rekening penyertaan modal/investasi.
- BUMD sebagai “sapi perah”.
1. Urgensi Penyertaan Modal Pemda
Salah satu tujuan pembentukan BUMD adalah untuk meningkatkan pelayanan publik yang dapat diberikan oleh Pemda dengan menggunakan pendekatan bisnis. Meski BUMD dibentuk untuk mencari keuntungan, namun tanpa harus menghilangkan aspek pelayanan publik. BUMD tidak mendapat saingan dari investasi swasta karena bidang usaha yang dijalankannya membutuhkan modal besar dan masa pengembalian investasi yang membutuhkan waktu sangat lama.
2. Makna Pemda sebagai pemilik BUMD
Pemda sebagai pemilik BUMD bisa selaku pemilik penuh apabila keseluruhan modal BUMD bersumber dari Pemda. BUMD dengan pemilik tunggal ini berbentuk perusahaan umum (Perum), sementara jika Pemda bukan pemilik tunggal bentuk perusahaan adalah perseroan terbatas.
Pemda sendiri melakukan investasi setelah menganggarkan terlebih dahulu dalam Perda APBD komponen pembiayaan berupa penyertaan modal daerah/investasi. Oleh karena itu, penyertaan modal ini harus memperoleh persetujuan dulu dari lembaga perwakilan daerah (DPRD).
3. Besaran bagi hasil/dividen yang diperoleh Pemda dari investasinya di BUMD
BUMD sebagai sumber pendapatan daerah secara legal formal diakui dalam peraturan perundang-undangan, sehingga muncul rekening “Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD)” (Lampiran A.IV Permendagri No.13/2006). Namun, hal ini juga bermakna bahwa jika BUMD tidak memperoleh laba, maka Pemda juga tidak akan memperoleh PAD dari BUMD tersebut.
Dengan demikian, besaran PAD yang diperoleh Pemda dari BUMD tergantung pada besaran laba yang diperoleh BUMD. Dalam Permendagri No.25/2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2010 disebutkan bahwa BUMD tidak boleh dibebani target PAD apabila BUMD masih merugi atau “berada” dalam upaya mendukung program Pemerintah berupa penyediaan air bersih (khusus bagi PDAM).
4. Penyertaan modal/investasi di BUMD
Penyertaan modal/investasi di BUMD sering menjadi perdebatan politik di parlemen daerah (DPRD). Meskipun para anggota dewan mengetahui bahwa BUMD adalah milik daerah, penggelontoran dana APBD untuk “menyehatkan” atau “menyelamatkan” BUMD dianggap sebagai pemborosan karena
- manajemen BUMD tidak bekerja secara profesional,
- BUMD tidak menguntungkan secara finansial,
- kualitas pelayanan BUMD jelek, sehingga harus ditingkatkan dulu baru boleh “dibantu dengan APBD”, dan
- BUMD merupakan perusahaan/bisnis yang tidak menimbulkan kewajiban bagi Pemda untuk mendanai dari APBD (bersifat diskresional). Selain itu, BUMD dipandang sebagai unit yang hanya menghasilkan dana non-budgeter atau dana taktis bagi kepala daerah.
0 komentar:
Posting Komentar