Sabtu, 20 Agustus 2011

Info SPAN


SPAN Cetak “Agent of Change” 


undefined
Liputan Training Duta SPAN Unit di Empat Kota
Medan, Jogjakarta, Denpasar, Makasar, perbendaharaan.go.id –  Empat pejabat eselon I Kementerian Keuangan yang terlibat SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara)membuka pelaksanaan Training Duta SPAN Unit, di empat tempat secara serentak, Medan, Yogyakarta, Denpasar, dan Makassar,  Rabu (3/8).


Pada kesempatan itu empat pejabat Eselon I menjadi keynote speaker .  Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan RI, Mulia P. Nasution di Denpasar, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Agus Suprijanto di Makassar, Direktur Jenderal Anggaran, Herry Purnomo di Yogyakarta, dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang IT, Bobby A.A. Nazief di Medan.


Duta SPAN akan berperan sebagai duta perubahan (change agent), fasilitator, dan komunikator di setiap unit dalam rangka implementasi SPAN. Melalui proses seleksi, saat ini telah dipilih 227 orang Duta SPAN dari tiga unit kerja, 214 orang dari Ditjen Perbendaharaan, 6 orang dari Ditjen Anggaran, 7 orang dari Setjen (PUSINTEK). Dalam menjalankan fungsinya, para Duta SPAN unit akan didukung 20 orang Duta SPAN Koordinator yang saat ini berkantor di Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Anggaran, dan Pusintek. Mereka akan memfasilitasi seluruh pegawai pada tiga unit kerja di atas sehingga pada waktunya nanti siap mengimplementasikan SPAN.


Sebelum terjun di lapangan, para Duta SPAN diberikan bekal-bekal yang penting antara lain materi konsep bisnis proses, Teknologi Informasi SPAN dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI), peningkatan kompetensi dibidang komunikasi dan interaksi, dan kemampuan presentasi. Semua bekal tersebut telah disampaikan pada Training Duta SPAN Unit pada tanggal 3 – 7 Agustus 2011.


Implementasi SPAN sendiri akan dimulai awal tahun 2012 melalui program roll out. setelah didahului dengan simulation test di bulan Oktober dan November 2011. Pada Januari 2013 ditargetkan SPAN dan SAKTI sudah go live.


Program Duta SPAN sebagai bagian dari proses manajemen perubahan (change management), merupakan pendekatan baru yang dikembangkan di kalangan birokrasi. Ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses transformasi kelembagaan untuk mewujudkan birokrasi yang professional, berintegritas tinggi, dan berorientasi pada pelayanan prima kepada masyarakat



SPAN di IndonesiaMemiliki Beberapa Kesamaan dengan Shared Services Pemerintah Western Australia 


undefined
Liputan Workshop The Shared Services Implementation Under SPAN
Jakarta, perbendaharaan.go.id –  Sistem Perbendaharaan dan anggaran Negara (SPAN) yang akan diterapkan di Indonesiamemiliki beberapa kesamaan dengan Shared Services sebagai sistem pengelolaan keuangan yang telah dijalankan oleh Department of Treasury and Finance Western Australia Government (DTF Pemerintah Western Australia). Hal tersebut menjadi salah satu bahasan Workshop The Shared Services Implementation Under SPAN, Selasa (9/8), di Jakarta.


Acara dibuka secara resmi oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Teknologi Informasi, Bobby A. Nazief. Menurutnya, Kementerian keuangan dapat belajar dari Pemerintah Western Australia yang telah berhasil membangun sebuah sistem terintegrasi berupa Shared Services. 


Pengalaman mereka ini (DTF Pemerintah Western Australia - red) dapat dijadikan pembanding langsung antara SPAN dan Shared Services, sehingga akan berguna untuk memperkecil perbedaan  yang terjadi antara proses bisnis dengan aplikasi SPAN yang berbasis Oracle, serta sebagai perumusan kebijakan perubahan penerapan SPAN guna mengurangi kemungkinan kegagalan pada pelaksanaan penerapannya.”  ujar Bobby.


Senada dengan hal tersebut, Direktur Transformasi Perbendaharaan – Ditjen Perbendaharaan, Paruli Lubis mengungkapkan bahwa meski memiliki beberapa kesamaan, SPAN tidak akan secara persis mencontoh  Shared Services DTF Pemerintah Western Australia. Implementasi SPAN akan disesuaikan dengan karakteristik pemerintah Indonesia.

Dalam sesi penyajian materi, Konsep Shared Services yang diterapkan DTF Pemerintah Western Australia dijelaskan oleh Pascoe Rechichi dan Janet Cardew. Sedangkan pemaparan SPAN diwakili oleh Kasubdit Proses Bisnis Eksternal Direktorat Transformasi Perbendaharaan, Sudarto.


Workshop ini terselenggara atas kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu DTF Western Australia Government dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Hal ini sebagai wujud dari komitmen bersama guna mensukseskan penerapan full accrual accounting di Indonesia dan penggunaan layanan bersama melalui implementasi SPAN.


Oleh: Novri H.S. Tanjung dan Sugeng Wistriono – Media Center Ditjen Perbendaharaan

Agus Suprijanto: Ditjen Perbendaharaan, Dulu ‘Musuh’ Sekarang Mitra Kerja yang Disegani



Liputan Kunjungan Kerja Dirjen Perbendaharaan ke Provinsi Maluku Utara
Ternate, perbendaharaan.go.id - Selepas membuka Training Duta SPAN Unit di Makassar, sehari sesudahnya (Kamis, 4/8/2011) Dirjen Perbendaharaan Agus Suprijanto mengadakan kunjungan kerja ke Ternate, ibukota Provinsi Maluku Utara. Di Ternate Dirjen Perbendaharaan mengagendakan  untuk meresmikan gedung baru Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara, di samping mengadakan pertemuan ramah-tamah dengan segenap jajaran pegawai Ditjen Perbendaharaan yang bertugas di kota tempat benteng Santa Lucia yang terkenal itu berada.

Peresmian Gedung Baru Kanwil 
Dalam acara peresmian gedung baru Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara yang dihadiri oleh Wakil GubernurGani Kasuba dan beberapa unsur Muspida Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate, Dirjen Perbendaharaan mengungkapkan keinginannya agar Kanwil Ditjen Perbendaharaan beserta unit vertikal Kemenkeu lainnya mampu menjadi representasi Kementerian Keuangan yang kredibel bagi daerah. Sebaliknya, ia juga mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah, instansi vertikal kementerian negara/lembaga, perbankan, dunia usaha, dan masyarakat agar tugas dan fungsinya dapat berhasil, dan membawa manfaat bagi pembangunan di Provinsi Maluku Utara. “Hubungan kerja dan tali persaudaraan yang baik akan memperkokoh komitmen dan semangat kita bersama dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik,” tandasnya.

Dirjen Perbendaharaan juga menekankan mengenai semakin pentingnya peran Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan dan KPPN. Ia berharap agar kinerja dua instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan itu mampu ditingkatkan lebih baik lagi. “Kanwil Ditjen Perbendaharaan harus mampu meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pelaksanaan APBN dengan melaksanakan fungsi pengesahan DIPA maupun revisi DIPA, pembinaan pengelolaan perbendaharaan negara, dan penyusunan pelaporan keuangan pemerintah tingkat wilayah. Demikian pula Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, dengan tugas utama pencairan dana APBN, penatausahaan penerimaan negara, dan penyusunan laporan keuangan, dituntut untuk berkarya dengan semakin profesional, mengutamakan pelayanan, mengefisienkan proses bisnis, dan meningkatkan akuntabilitas,” harapnya.

Poin penting lainnya yang disampaikan oleh Dirjen Perbendaharaan adalah mengenai Reformasi Birokrasi. Ia menyatakan bahwa perjalanan Ditjen Perbendaharaan dalam melakukan perubahan dan penyempurnaan merupakan sebuah perjalanan panjang dan penuh tantangan, dimulai dari Reformasi Manajemen Keuangan Negara, kemudian dilanjutkan dengan Reformasi Birokrasi, dan sekarang tengah memasuki tahap awal dari Transformasi Kelembagaan. Ia meminta kepada para stakeholder supaya turut mendukung komitmen perubahan itu secara sungguh-sungguh. “Tidak akan ada celah secuil pun untuk berjalan mundur, dan tidak ada peluang sekelebat pun untuk menoleh ke belakang.  Kita harus maju terus ke depan dan mengawal spirit Reformasi Birokrasi,” tegasnya, yang disambut dengan tepuk-tangan penuh antusias dari para undangan.

Penataan Organisasi, Penyempurnaan Proses Bisnis dan Penyempurnaan Manajemen SDM yang menjadi pilar Reformasi Birokrasi, kata Dirjen Perbendaharaan, akan senantiasa dibarengi dengan pemenuhan sarana dan prasarana yang lebih representatif dalam mendukung lancarnya proses bisnis, termasuk penyediaan gedung kantor. Dengan semakin representatifnya sarana dan prasarana, harapnya, komitmen dalam peningkatan kualitas layanan akan senantiasa menjadi spirit dalam bekerja dan berkarya.

Sebelumnya, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara Haryana menyatakan tekadnya untuk mengoptimalkan kinerja unit kerja yang dipimpinnya. “Meskipun masih terbilang muda, karena baru mulai beroperasi sejak November 2004, namun Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara berkomitmen penuh untuk menyejajarkan prestasi dan kinerjanya dengan kanwil Ditjen Perbendaharaan lainnya,” tegasnya.

Unit eselon II yang mempunyai komitmen layanan “Menuju Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara yang Profesional, Modern, dan Akuntabel guna Mewujudkan Manajemen Keuangan Pemerintah yang Efektif dan Efisien di Wilayah Provinsi Maluku Utara” ini secara organisasi membawahi dua KPPN, yakni KPPN Ternate dan KPPN Tobelo. Dana APBN yang dikelola sebesar Rp2,8 triliun, yang tersebar pada 317 satuan kerja.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara menegaskan komitmennya untuk mendukung pelaksanaan tugas Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara. “Pemerintah Provinsi Maluku Utara beserta seluruh jajarannya bertekad untuk memberikan dukungan dengan sungguh-sungguh kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara agar dapat menjalankan tugasnya demi kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyat Maluku Utara,” serunya.

Berdiri di atas tanah seluas 4.865m2, gedung baru Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara terdiri atas dua lantai dengan luas bangunan 1.200m2. Bagian depan gedung ini menghadap ke sebelah barat ke arah Gunung Gamalama, sedangkan sisi belakangnya mengarah ke timur dengan Pulau Tidore, Pulau Maitara, dan Pulau Halmahera sebagai lanskapnya. Sebagaimana diketahui, Tidore dan Maitara merupakan gambar muka uang pecahan Rp1.000,-.

Malam Ramah Tamah 
Selepas buka puasa bersama dan Sholat Tarawih berjamaah, Dirjen Perbendaharaan berkesempatan mengadakan acara ramah-tamah dengan para pegawai Ditjen Perbendaharaan yang bertugas di Ternate. Silaturahmi selama hampir dua jam itu antara lain dihadiri oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur Sugianto selaku kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara periode sebelumnya. Sebagai sosok yang dari awal mula menyiapkan dan mengorganisasi pendirian gedung baru kanwil, ia diminta untuk menceritakan seluk beluk dan kronologi pendiriannya. “Ternate sudah seperti kampung halaman bagi saya,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Dirjen Perbendaharaan berkisah tentang perjalanan karir dan pengabdiannya di Ditjen Perbendaharaan, termasuk fase saat di mana ia harus melalang buana ke Washington DC sebagai salah satu wakil Indonedia pada Bank Dunia. Figur yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Analisis dan Harminisasi Kebijakan (Pushaka) Sekjen Depkeu ini mengaku bahwa dirinya bukanlah ‘orang lain’ di Ditjen Perbendaharaan. “Saya adalah orang asli Ditjen Perbendaharaan, yang dulunya bernama Ditjen Anggaran,” aku mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini.

Pada acara yang dihadiri pula oleh Kepala KPPN Tobelo tersebut, Dirjen Perbendaharaan berpesan agar seluruh jajaran pegawai Ditjen Perbendaharaan di Maluku Utara dapat memahami dan mengamalkan lima Nilai dan sepuluh Perilaku Utama yang menjadi karakter dan ciri khas pegawai Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Perbendaharaan. Lima nilai tersebut antara lain: integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan. Sedangkan sepuluh perilaku utama itu yakni: satu, bersikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya; dua, menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela; tiga, mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas; empat, bekerja dengan hati; lima, memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati; enam, menemukan dan melaksanakan solusi terbaik; tujuh, melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan; delapan, bersikap proaktif dan cepat tanggap; sembilan, melakukan perbaikan terus-menerus; dansepuluh, mengembangkan inovasi dan kreativitas.

Dirjen Perbendaharaan juga mengungkapkan kegembiraannya atas atas perubahan luar biasa yang dicapai oleh Ditjen Perbendaharaan. Ia mengaku dapat merasakan hal itu justru ketika tengah bertugas di luar struktur Ditjen Perbendaharaan. Ia berkeyakinan bahwa segala hal yang telah dirintis dan diraih oleh Ditjen Perbendaharaan dapat dilanjutkan dan terus ditingkatkan di bawah kepemimpinannya. “Mari bersama-sama kita pertahankan dan tingkatkan semua yang telah dicapai. Mari kita jadikan Ditjen Perbendaharaan menjadi sebuah institusi yang senantiasa dipercaya oleh publik. Dulu kita mungkin dianggap sebagai ‘musuh’ oleh kementerian/ lembaga, tapi sekarang dan ke depan kita telah berubah menjadi mitra kerja yang disegani oleh stakeholder,”  ajaknya.

Di akhir sambutannya, Dirjen Perbendaharaan mengingatkan akan urgensinya seluruh pegawai Ditjen Perbendaharaan untuk dapat memahami Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Dikatakannya, bahwa SPAN adalah masa depan Ditjen Perbendaharaan. Semua harus memahami apa dan bagaimana SPAN. SPAN diciptakan agar kinerja kita dalam melaksanakan tugas dapat optimal, lebih efektif dan efisien. “Anda semua harus mencari tahu apa dan bagaimana SPAN melalui media apa saja, bisa internet atau intranet, dan lainnya,” ajaknya.

Di samping itu, ia juga menyampaikan mengenai sedang digodok dan akan diterapkannya Pensiun Dini dengan Kompensasi Khusus. “Bagi yang telah berusia lima puluh tahun ke atas silakan memikirkan untuk mengikuti program  Pensiun Dini dengan Kompensasi Khusus. Mekanismenya sedang diolah, dan selekasnya nanti akan disosialisasikan,” terangnya.

Malam itu, waktu menunjukkan pukul 22.30 WIT. Angin cukup kencang bertiup dari Gunung Gamalama ke arah Selat Halmahera. Seakan menyuruh kita untuk segera bergegas, merampungkan banyak tugas kita yang tertunda. Esok harinya rombongan Dirjen Perbendaharaan akan melanjutkan perjalanan menuju ke Manado.
strong>Hendy S. Yudhiyanto (Media Center Ditjen Perbendaharaan)

Sebelas Prioritas Pembangunan Nasional


Jakarta, perbendaharaan.go.id - Setelah pembacaan Nota Keuangan oleh Presiden RI di DPR, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo memberikan Keterangan Pers terkait Penyusunan RAPBN 2012, Selasa (16/8), di Aula Cakti Buddhi Bakti Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Menkeu menjelaskan RAPBN 2012 mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pedoman penyusunan RAPBN 2012 adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2012. Penyusunan RAPBN 2012 juga memperhatikan saran dan pendapat DPR-RI serta pertimbangan DPD-RI yang disampaikan dalam forum pembicaraan pendahuluan pada bulan Juni 2011 yang lalu. Tema pembangunan RKP tahun 2012 adalah: "Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif, dan Berkeadilan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat".

Dalam RKP 2012, Pemerintah akan fokus dalam 11 prioritas pembangunan nasional. 11 prioritas tersebut adalah Reformasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan dan Kependudukan, Penanggulangan Kemiskinan, Ketahanan Pangan, Infrastruktur, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik. “Terakhir adalah Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi,” tambah Menkeu. Selain itu, RKP 2012 juga menambahkan tiga prioritas lainnya, yaitu bidang politik, hukum, dan keamanan; bidang perekonomian, dan bidang kesejahteraan.

Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional RKP 2012 tersebut, kebijakan fiskal dalam RAPBN tahun 2012 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu peningkatan kesejahteraan rakyat. Kesemua prioritas pembangunan nasional tersebut bertumpu pada empat pilar yang telah dicanangkan pemerintah, yakni  pro growth, pro job, pro poor serta pro environment.

Nota Keuangan & Rancangan APBN Tahun Anggaran 2012

Presiden RI Susilo Bambang Yudhono telah menyampaikan pidato Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2012 di depan sidang paripurna DPR RI pada tanggal 16 Agustus 2012.

Sejalan dengan tema pembangunan nasional dalam RKP 2012, yaitu “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”, kebijakan alokasi anggaran belanja Negara dalam RAPBN tahun 2012 diarahkan kepada upaya untuk mendorong pertumbuhan di daerah melalui pengembangan koridor ekonomi, membangun infrastruktur yang mendukung terwujudnya keterhubungan wilayah (globally connected dan domestically integrated), mendorong percepatan pembangunan Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur, memperluas partisipasi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk melibatkan unsur swasta, serta mendorong pelaksanaan program perlindungan sosial yang berpihak kepada masyarakat lemah dan tertinggal melalui 4 klaster penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesempatan kerja. Di samping itu, kebijakan alokasi anggaran juga tetap diarahkan untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara, meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara, serta mengoptimalkan pengelolaanpembiayaan secara hati-hati (prudent) dan meningkatkan pemanfaatannya untuk kegiatan produktif.

Alokasi belanja Pemerintah Pusat 2012 difokuskan untuk memberikan dukungan terhadap :

  1. peningkatan belanja infrastruktur;
  2. pelaksanaan klaster 4, yang terdiri dari 6 program utama, dan 3 prioritas utama;
  3. program perlindungan sosial dalam bentuk program Jamkesmas, program keluarga harapan (PKH), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), BOS, dan raskin;
  4. peningkatan belanja untuk bidang perekonomian yang ditujukan untuk perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas;
  5. implementasi anggaran berbasis kinerja oleh K/L dengan pendekatan pencapaian output dan outcome;
  6. peningkatan kemampuanpertahanan menuju minimum essential force;
  7. perbaikan kesejahteraan aparatur Negara dan perluasan kebijakan reformasi birokrasi;
  8. pengendalian pengangkatan PNS pusat dan daerah dengan mengarahkan kepada kebijakan zero growth;
  9. pengalokasian anggaran subsidi agar lebih tepat sasaran;
  10. peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara; serta
  11. pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan mengarahkan pemanfaatan anggarannya untuk meningkatkan aksesibilitas serta kualitas sarana dan prasarana pendidikan.
Berdasarkan arah dan strategi kebijakan fiskal tersebut di atas, maka postur RAPBN 2012 akan meliputi pokok-pokok besaran sebagai berikut :
  1. Pendapatan negara dan penerimaan hibah direncanakan mencapai Rp1.292,9 triliun (15,9 persen terhadap PDB), yang berarti mengalami kenaikan sebesar Rp123,0 triliun (10,5 persen) dari target APBN-P tahun 2011. Kenaikan rencana pendapatan negara dan hibah tersebut diharapkan akan didukung oleh kenaikan penerimaan perpajakan.
  2. Total belanja negara direncanakan sebesar Rp1.418,5 triliun (17,5 persen terhadap PDB). Jumlah ini, berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp97,7 triliun atau 7,4 persen dari pagu anggaran belanja negara dalam APBN-P 2011 sebesar Rp1.320,8 triliun. Belanja pemerintah pusat dalam tahun 2012 direncanakan sebesar Rp954,1 triliun, yang berarti mengalami peningkatan Rp45,9 triliun atau 5,1 persen dari paguAPBN-P 2011. Sementara itu, anggaran transfer ke daerah dalam RAPBN tahun 2012 direncanakan sebesar Rp464,4 triliun, yang berarti naik Rp51,9 triliun atau 12,6 persendari pagu APBN-P 2011 sebesar Rp412,5 triliun.
  3. Defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp125,6 triliun (1,5 persen terhadap PDB).
  4. Pembiayaan defisit RAPBN 2012 direncanakan berasal dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp125,9 triliun, dan pembiayaan luar negeri (neto) yang diperkirakan sebesar negatif Rp0,3 triliun.


Pidato Presiden Penyampaian NK RAPBN 2012


Perekonomian dunia saat ini sedang mengalami berbagai guncangan, yang mempengaruhi perkembangan ekonomi global. Kondisi ini dapat berpengaruh pada perekonomian nasional, terutama perubahan dalam asumsi ekonomi makro seperti harga minyak, nilai tukar rupiah, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Perlambatan ekonomi di AS dan Eropa serta negara-negara Asia seperti Jepang, China, dan India perlu diwaspadai dan diantisipasi sehingga tidak mengganggu perekonomian nasional.

Dalam menyusun RAPBN 2012, Pemerintah berpedoman pada tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012 yaitu: “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan Berkeadilan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”. Secara umum, ringkasan RAPBN 2012 meliputi pokok-pokok besaran sebagi berikut: (1) Pendapatan Negara dan Hibah; (2) Belanja Negara; (3) Defisit; dan (4) Pembiayaan Anggaran. Dalam RAPBN 2012, defisit anggaran diperkirakan mencapai 1,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk membiayai defisit anggaran itu, Pemerintah berencana menggunakan sumber pembiayaan dalam negeri (Surat Berharga Negara/SBN) dan sumber pembiayaan luar negeri (pinjaman program dan pinjaman proyek). Pemerintah berusaha melakukan penurunan rasio utang Pemerintah terhadap PDB dari sekitar 25 persen pada akhir tahun 2011 menjadi sekitar 24 persen pada akhir tahun 2012. Penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB, dapat lebih memperkuat struktur ketahanan fiskal, sesuai dengan tujuan Pemerintah untuk mencapai kemandirian fiskal yang berkelanjutan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan jangka pendek dan jangka menengah, di tahun-tahun mendatang kebutuhan belanja negara akan bertambah besar. Di sisi lain, pengalaman menunjukkan bahwa komposisi anggaran belanja negara, masih banyak didominasi belanja wajib seperti belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, serta berbagai jenis subsidi dan transfer ke daerah. Kondisi itu menyebabkan dana yang tersedia bagi pelaksanaan berbagai program dan kegiatan pembangunan lainnya yang lebih produktif seperti pembangunan infrastruktur, menjadi terbatas. Meskipun demikian, Pemerintah tetap berupaya mengoptimalkan penggunaan dana dalam RAPBN 2012 untuk mewujudkan Indonesia yang makin sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.

Poin-poin penting tersebut disampaikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan tentang Nota Keuangan dan RAPBN 2012 di hadapan siding paripurna DPR RI tanggal 16 Agustus 2011.

Perubahan Anggaran Belanja K/L Dalam APBN-P 2011 & Klasifikasi Anggaran


Perubahan Anggaran Belanja K/L Dalam APBN-P 2011

Sesuai dengan hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan Badan Anggaran DPR-RI telah diputuskan penyesuaian pagu anggaran pada beberapa K/L dalam APBN-P 2011. Penyesuaian dimaksudkan untuk memperkuat pencapaian sasaran utama program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional dari Kabinet Indonesia Bersatu II.

Penyesuaian pagu berkaitan dengan revisi pagu anggaran dan perubahan pagu Rupiah Murni. Dengan adanya perubahan anggaran, masing-masing K/L diminta melakukan penyesuaian terhadap Rencana Kerja dan Anggarannya (RKA-KL) agar Surat Penetapan RKA-KL dapat ditetapkan.

RKA-KL yang telah disesuaikan segera disampaikan kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran dan tembusan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas secara bertahap paling lambat tanggal 16 Agustus 2011.

Ketentuan lebih lanjut tentang perubahan anggaran belanja tertuang dalam Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-442/MK.02/2011 tentang Perubahan Anggaran Belanja Kementerian Negara Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2011. 

Klasifikasi Anggaran
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran.

Penyusunan belanja negara dalam APBN dirinci menurut Klasifikasi Organisasi, Fungsi, dan Jenis Belanja. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran wajib menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. RKA-KL yang disusun secara terstruktur dan terinci menurut klasifikasi anggaran yang meliputi klasifikasi organisasi, klasifikasi fungsi, dan klasifikasi jenis belanja. 

Jumat, 08 Juli 2011

Agus Suprijanto Minta Temuan Berulang BPK Menjadi Perhatian

undefined

Liputan Rapat Pembahasan Perkembangan dan Penyempurnaan MPN
Jakarta – perbendaharaan.go.id - Perkembangan Modul Penerimaan Negara (MPN) menujukan kondisi yang semakin membaik. Data transaksi yang mengalami proses Reversal karena berbagai alasan telah menurun dengan drastis. Demikian juga dengan data yang tidak diakui semakin kecil dan berkurang drastis.Hal tersebut disampaikan Dirjen Perbendaharaan Agus Suprijanto dalam Rapat Pembahasan Perkembangan dan Penyempurnaan MPN, Senin (27/6), di Gedung Prijadi Praptosuharjo II, Jakarta.

Namun demikian, temuan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010 menunjukkan transaksi Penerimaan Negara yang direversal meningkatkan ketidakpercayaan BPK dari tahun sebelumnya, meskipun prosentasenya menurun dari tahun sebelumnya.

Sebagaimana tahun sebelumnya, pada LKPP 2010 pun masih terdapat  penerimaan yang di-reversal. Hal itu merupakan potensi tidak didapatnya opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) pada tahun ini. Untuk itu Agus meminta temuan BPK atas LKPP yang berulang pada setiap tahunnya agar menjadi perhatian.

Bank PersepsiBPK menemukan adanya transaksi reversal yang tidak ada transaksi penggantinya. BPK juga menemukan adanya transaksi reversal yang ada transaksi penggantinya namun berbeda jumlah setor, beda NPWP, dan beda tanggal bukunya. 

Hasil Pemeriksaan BPK menunjukan bahwa Bank/Pos Persepsi belum sepenuhnya memenuhi ketentuan yang tercantum dalam perjanjian dengan Kementerian Keuangan. Ketentuan yang belum terpenuhi terutama terkait pelaporan transaksi reversal, data tidak diakui, dan transaksi tidak sama dengan data yang dilaporkan ke KPPN.

Langkah-langkah perbaikan telah disiapkan oleh Kementerian Keuangan. Diantaranya adalah Penggunaan billing system dalam proses penerimaan negara, saat ini  sedang dalam persiapan akhir untuk diujicobakan dalam waktu dekat. Kementerian Keuangan mengharapkan kerjasama Direksi Bank/Pos agar penatausahaan penerimaan negara dapat berjalan dengan baik sehingga LKPP mendapat opini WTP.

undefined: undefined »

SPAN for STAN


Jakarta, perbendaharaan.go.id - Direktorat Transformasi Perbendaharaan sosialisasikan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) kepada para mahasisiwa STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) jurusan Kebendaharaan Negara, Kamis (16/6), di Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan, Jakarata.

Kegiatan tersebut dilakukan Ditjen Perbendaharaan sebagai upaya pengenalan SPAN kepada para calon pegawai Ditjen Perbendaharaan masa depan. Para mahasiswa STAN mendapat penjelasan mengenai tahapan perubahan sistem yang saat ini tengah berjalan, proses transisi, hingga sampai pada pelaksanaan SPAN.

Dalam pengantarnya, Kasubdit Transformasi Proses Bisinis Internal Saiful Islam menyampaikan bahwa saat ini merupakan momen yang pas bagi mahasiswa STAN  untuk mengenal SPAN. “Mudah-mudahan ini menjadi daya pikat, sebelum anda bergabung bersama Ditjen Perbendaharaan,” ujar Saiful dihadapan para Mahasiswa STAN yang notabene akan menjadi pegawai Ditjen Perbendaharaan di masa akan datang.
SPAN untuk STANMateri SPAN disampaikan secara bergiliran oleh Kepala Seksi Transformasi Proses Bisnis External C Dody Dharma Hutabarat, perwakilan Subdit Transformasi Sistem Aplikasi Isnain Fikriansyah, perwakilan Subdit Transformasi Proses Bisnis Internal dan Organisasi. Mereka menyampaikan proses transformasi proses bisnis dan teknologi informasi secara menyeluruh.

Dengan langkah tersebut, Ditjen Perbendaharaan berharap mahasiswa STAN mendapat gambaran menyeluruh mengenai SPAN. Pada saatnya kelak, mereka akan menjadi bagian dari pelaksanaan SPAN itu sendiri.

undefined: undefined »

LKPP 2010 : WDP



undefined

Jakarta, perbendaharaan.go.id - BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinionatas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010. Ketua BPK, Hadi Poernomo menyampaikan hal tersebut saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPP tahun 2010 kepada Presiden RI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (1/6).

BPK RI memberikan penghargaan kepada Pemerintah yang telah banyak mengikuti rekomendasi BPK RI sehingga opini pada kementerian negara/lembaga (KL) banyak mengalami peningkatan. ”Jumlah Kementerian/Lembaga (KL) yang memperoleh opini WTP dari BPK telah meningkat dengan pesat, dari 35 pada tahun 2008, menjadi 45 pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 KL dari 84 KL,” ujar Hadi.

Laporan hasil pemeriksaan atas LKPP tersebut terdiri dari LHP atas Laporan Keuangan, LHP Sistem Pengendalian Intern, LHP Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, Laporan Pemantauan Tindak Lanjut, dan Laporan Tambahan berupa Laporan Transparansi Fiskal. Objek pemeriksaan BPK adalah LKPP Tahun 2010 yang terdiri dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2010 dan 2009, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Laporan Arus Kas untuk Tahun 2010, serta Catatan atas Laporan Keuangan.

LKPP Tahun 2010 mendapat opini WDP dengan empat permasalahan. Pertama, adanya permasalahan penagihan, pengakuan dan pencatatan penerimaan perpajakan yaitu (1) Pengakuan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar Rp11,28 triliun tidak sesuai dengan undang-undang PPN; (2) penagihan PBB Migas sebesar Rp19,30 triliun tidak menggunakan surat tagihan yang diatur dalam UU PBB dan pengakuannya tidak menggunakan data dasar pengenaan pajak yang valid; (3) transaksi pembatalan penerimaan (reversal) senilai Rp3,39 triliun tidak dapat ditelusuri ke data pengganti.Kedua, pencatatan Uang Muka Bendahara Umum Negara (BUN) tidak memadai, yaitu (1) saldo Uang Muka dari rekening BUN yang disajikan pada Neraca sebesar Rp1,88 triliun tidak didukung rincian; (2) nilai dana talangan dan penggantian Tahun 2009 s.d. 2010 masing-masing sebesar Rp1,14 triliun dan Rp1,43 triliun yang tidak dapat diidentifikasi; dan (3) nilai pengajuan penggantian lebih kecil sebesar Rp 2,91 triliun dibandingkan reimbursement-nya. Ketiga, adanya permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan Piutang Pajak yaitu (1) penambahan piutang menurut data aplikasi piutang berbeda sebesar Rp2,51 triliun dengan dokumen sumbernya yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP); dan (2) pengurangan piutang PBB berbeda sebesar Rp1,03 triliun dengan penerimaannya. Keempat, terdapat permasalahan dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian (IP) Aset tetap yaitu (1) nilai koreksi hasil IP berbeda dengan hasil koreksi pada SIMAK BMN sebesar Rp12,95 triliun; (2) Aset tetap dengan nilai perolehan sebesar Rp5,34 triliun pada tujuh KL belum dilakukan IP; (3) hasil IP pada empat KL senilai Rp56,42 triliun belum dibukukan; dan (4) Pemerintah sampai saat ini belum dapat mengukur manfaat untuk setiap Aset Tetap sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan terhadap Aset Tetap.

BPK RI juga menemukan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian intern, antara lain: (1) pelaksanaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal; (2) inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil migas; (3) penerimaan hibah langsung oleh KL masih dikelola diluar mekanisme APBN; (4) Aset Tetap yang dilaporkan dalam LKPP belum seluruhnya dilakukan IP, masih berbeda dengan laporan hasil IP, dan belum selaras dengan pencatatan pengguna barang; (5) pengendalian atas pelaksanaan IP Aset KKKS dan Aset Eks BPPN belum memadai; dan (6) Anggaran Belanja minimal sebesar Rp4,70 triliun digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan klasifikasinya (peruntukannya).

Permasalahan lain terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain adalah: (1) penagihan PBB Migas sebesar Rp19,30 triliun tidak sesuai UU PBB dan penetapannya tidak menggunakan data yang valid; (2) penyelesaian PPN DTP sebesar Rp11,28 triliun tidak menggunakan mekanisme sesuai UU PPN; (3) PNBP pada 41 KL minimal sebesar Rp368,97 miliar belum dan/atau terlambat disetor ke Kas Negara dan sebesar Rp213,75 miliar digunakan langsung di luar mekanisme APBN; (4) pengalokasian dana penyesuaian tidak berdasarkan kriteria dan aturan yang jelas; dan (5) realisasi Belanja Barang di 44 KL sebesar Rp110,48 miliar dan USD63.45 ribu tidak dilaksanakan kegiatannya, dibayar ganda, tidak sesuai dan tidak didukung bukti pertanggungjawaban.

Pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan mengungkapkan 35 temuan yang belum selesai ditindaklanjuti, terdapat 8 temuan yang sudah ditindaklanjuti sesuai saran BPK RI, dan 27 temuan sedang dalam proses tindaklanjut. Permasalahan yang sudah ditindaklanjuti diantaranya adalah (1) penyelarasan pencatatan pembiayaan dari penarikan utang luar negeri dengan dokumen sumber; (2) pengakuan kewajiban pemerintah atas program Tunjangan Hari Tua (THT); (3) penetapan kebijakan akuntansi selisih kurs dan pencatatan Aset KKKS.

Sementara itu permasalahan yang masih dalam proses tindak lanjut antara lain: (1) Penyempurnaan aplikasi penerimaan perpajakan; (2) Penyempurnaan mekanisme pelaporan hibah langsung kepada KL; (3) Penertiban pengelompokkan dalam penganggaran; (4) Perbaikan metode dan pencatatan hasil IP; dan (5) Perbaikan pencatatan Saldo Anggaran Lebih (SAL).

Opini atas LKKL yang merupakan bagian dari LKPP menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jumlah Kementerian Lembaga (KL) yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI telah meningkat dengan pesat, dari 35 pada tahun 2008, menjadi 45 pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 KL. Opini atas LKPP dan LKKL tersebut diberikan BPK terhadap kewajaran laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

BPK RI berharap agar hasil pemeriksaan LKPP Tahun 2010 dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa tindak lanjut hasil pemeriksaan diberitahukan secara tertulis oleh Presiden kepada BPK RI. Selanjutnya, sesuai Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, jawaban atau penjelasan mengenai tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI disampaikan kepada BPK RI selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima