Minggu, 15 Mei 2011

Fungsi Perbendaharaan di SKPD

Fungsi perbendaharaan di SKPD merupakan bagian tak terpisahkan dari “reformasi” pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Permendagri No.13/2006. Pengaturan lebih jauh tentang fungsi perbendaharaan ini ditetapkan dalam Permendagri No.55/2008.
Terdapat beberapa hal yang penting dipahami dan didiskusikan lebih jauh tentang pengaturan fungsi dan kewajiban bendahara dalam Permendagri 55/2008, diantaranya:
  1. Mempertegas fungsi bendahara, yang bisa disingkat 5M), yakni menerima, menyimpan, membayarkan/menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan. Hal ini bermakna bahwa penatausahaan atas uang/kas yang dipegang oleh bendahara merupakan suatu keharusan. Bendahara tidak melaksanakan fungsi akuntansi, tetapi hanya “sampai” ke penatausahaan saja.
  2. Hak bendahara untuk menolak “perintah” kepala SKPD (PA) untuk melakukan pembayaran apabila tidak ada rekening yang tercantum dalam DPA-SKPD dipertegas dalam Permendagri 55/2008 ini. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam UU No.1/2004 bahwa tanggung jawab bendahara terhadap uang yang dipegangnya merupakan tanggung jawab pribadi. Artinya, jika terjadi salah bayar/tidak sesuai dengan rekening dalam DPA-SKPD, maka bendahara harus membayar dengan uang pribadinya. Oleh karena bendahara adalah pejabat fungsional, maka kepala SKPD (PA) selaku pejabat struktural “tidak boleh” memberikan “perintah struktural” kepada bendahara.
  3. Surat pertanggungjawaban (SPJ) yang semakin jelas. SPJ adalah pertanggungjawaban yang dibuat oleh bendahara dan dibagi ke dalam dua jenis, yakni pertanggungjawaban fungsional dan pertanggungjawaban administratif. Pertanggungjawaban fungsional disampaikan oleh bendahara kepada BUD (Bendahara Umum Daerah), sementara pertanggungjawaban administratif disampaikan oleh bendahara kepada kepala SKPD selaku pengguna anggaran (PA). Dengan demikian, SPJ buka pertanggungjawaban yang dibuat oleh pengguna anggaran (PA).
  4. Format buku kas umum. Permendagri 55/2008 memberikan format buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya. Buku pembantu BKU ini digunakan untuk merinci lebih jauh transaksi (atau perubahan kas) yang mempengaruhi saldo di BKU. BKU berbeda dengan buku jurnal umum (BJU) yang digunakan dalam akuntansi.
  5. Pertanggungjawaban bendahara bukan bagian dari pertanggungjawaban kepala SKPD (PA). Secara implisit dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (SPJ) yang dibuat oleh bendahara bukanlah merupakan bagian dari peratnggungjawaban atas pelaksanaan APBD yang disampaikan oleh kepala SKPD (PA) kepada kepala daerah (selaku PKPKD). Pertanggungjawaban kepala SKPD selaku PA dan pengguna barang (PB) disampaikan dalam bentuk laporan keuangan, yang mencakup laporan realisasi anggaran (LRA), neraca, dan catatan atas laporan keuangan (CaLK).
Ini hanyalah sebagian kecil dari “kelebihan” Permendagri 55/2008 yang dapat ditangkap secara sepintas, sehingga bisa dikatakan “memperkaya” Permendagri 13/2006 dan Permendagri 59/2007. Jika ada hal lain yang belum tercantum di sini, mohon dijadikan komentar

0 komentar: